Edisi Cabul 2017

23.00.00

Hari ini saya ditunjuk sebagai penasihat hukum untuk seorang kakek usia 60-an. Ia didakwa melakukan perbuatan cabul terhadap gadis 15 tahun yang tak lain adalah anaknya sendiri.

Di hari yang sama pula, saya tengah mendampingi sidang pemeriksaan seorang bapak warga Hulondhalo. Pria beranak empat itu dimejahijaukan karena didakwaan kasus serupa: mencium gadis 15 tahun saat bekunjung ke selatan Totabuan akhir 2016 lalu.

Pun beberapa pekan sebelumnya, saya baru saja menuntaskan pendampingan hukum seorang kakek di Kotamobagu yang didakwa kasus yang sama. Ia diputus bersalah dan dihukum 5 tahun penjara.

Tak hanya saya, beberapa rekan seprofesi yang tergabung dalam Posbakum pun kesehariannya hampir tak lepas mendampingi para terdakwa cabul. Dibanding rekan-rekan, saya mungkin yang paling sedikit menangani perkara jenis ini.

Di beberapa kesempatan, saya merlihat kesedihan hingga air mata di wajah keluarga para terdakwa. Sementara amarah keluarga korban pun sesekali meninggi, baik dalam sidang maupun di luar sidang.

Namun demikian, tak jarang pula malah keluarga korban yang menangisi disidangkannya si terdakwa. Rata-rata alasannya lantaran keluarga korban dan terdakwa sudah berdamai sejak di polisi. Atau terdakwa dan korban merupakan sepasang kekasih dan akan dinikahkan, disusul keadaan korban yang tengah hamil.

Kondisi demikian tak bisa dipungkiri sering terjadi lantaran mereka awam dengan perkara jenis cabul ini. Sebagaimana pencabulan anak masuk jenis delik biasa dan bukan delik aduan. Proses hukumnya tidak dapat dihentikan dengan alasan damai maupun karena keluarga korban mencabut pengaduannya di polisi.

Ngomong-ngomong soal kasus pencabul anak tak bisa disetop itu, mengharuskan saya mengurai satu perkara lagi yang tengah saya tangani. Kasusnya serupa, tetap cabul juga, tapi saya di posisi yang berbeda.

Akhir tahun lalu, tepatnya medio Desember hingga Januari 2017, saya mendampingi seorang bapak yang mengadukan anak gadisnya menjadi korban cabul di Kotamobagu. Meski hingga kini perkaranya seperti terhenti di tangan penyidik, sesungguhnya tidak demikian...☺

Baku Spilen

21.56.00


Baku spai. Begitu bahasa untuk kata ciuman di kampung saya. Kampung saya jaraknya 200-an kilo meter dari ibu kota Provini Sulut, Kota Manado. Dengannya, baku spai adalah versi slang bahasa Manado. Baku spai atau yang kemudian juga sering diucap baku spilen, adalah strata ciuman kelas tinggi di bawah ciuman jenis cupang

Puisi

01.23.00
Berselancar di dunia maya memang sudah menjadi kebiasaan banyak orang. Terlebih saya, sejak 2012 sudah aktif bergelut di media berita online, praktis keseharian tak bisa lepas dari yang namanya internet. Mulai dari browsing2 artikel, berita, sampai sosial media, khususnya facebook yang lumayan sering saya pelototi.

Nah soal facebook, saya mengenal website besutan Mark Zuckerberg itu sejak aktif bergelut di dunia marketing a.k.a independent business owner alias MLM. Waktu itu sekira 2008, teman minta saya bikin akun facebook biar bisa komunikasi/prospek lagi banyak orang. Nah, bawaan orang marketing waktu itu, status-status saya jadi full motivasi mirip om Mario Teguh, hehehe.

Kemarin, entah kenapa saya jadi ingin bernostalgia dengan postingan dan unggahan2 lama saya di facebook. Agak sulit sih nemunya, karna mesti di-scroll, di-klik, sampe kriting jari2 :D. Pas masuk di era status tahun 2010-an (hehehe) saya ketemu satu puisi yang pernah saya masukkan di kanal catatan.

Puisi itu judul sebenarnya “Insan Luar Biasa”, tapi di catatan facebook, saya buat judulnya jadi “Aku Tidak Memilih Jadi INSAN BIASA”. Begitu tulis saya. Puisi ini begitu memotivasi waktu itu. Bahkan, kemarin waktu saya baca lagi, api di dada kembali bergelora, memompa-mompa semangat, sembari berteriak di hati, YEAAAH...!!! (ce ilee..).

Nah, bukan tidak mungkin rasa yang saya milik ini bakal sama dengan orang lain. Dengannya saya bagikan lagi puisi karya orang perancis ini buat sobat-sobat yang sempat singgah di blog unyu’ ini. Cekibob, jilbob :D

NB: sebelum dibaca, coba merem selama 1 menit saja. Tarik nafas dalam-dalam, tenang, dan hayati kalimat perkalimat puisi ini. Semoga bermanfaat.  


Aku tidak memilih jadi insan biasa.
Memang hakku untuk menjadi luar biasa.
Aku mencari kesempatan, bukan perlindungan.
Aku tidak ingin menjadi warga yang terkungkung,
rendah diri dan terpedaya karena dilindungi pihak berkuasa.
Aku siap menghadapi risiko terencana.
Berangan-angan dan membina, untuk gagal dan sukses.
Aku menolak menukar insentif dengan derma.
Aku memilih tantangan hidup daripada derma.
Aku memilih tantangan hidup daripada kehidupan yang terjamin.
Kenikmatan mencapai sesuatu, bukan utopia yang basi.
Aku tidak akan menjual kebebasanku.
Tidak juga kemuliaanku untuk mendapatkan derma.
Aku tidak akan merendahkan diri pada sembarang atasan dan ancaman.
Sudah menjadi warisanku untuk berdiri tegak, megah dan berani.
Untuk berpikir dan bertindak untuk diri sendiri.
Untuk meraih segala keuntungan hasil kerja sendiri.
Dan untuk menghadapi dunia dengan berani dan berkata,
“Ini telah kulakukan!”
segalanya ini memberikan makna seorang insan.

Den Alfange
(Perancis)

Seandainya

22.24.00

Hujan begitu senonoh menguyur daratan kota senja itu. Percik air semakin ditatap makin merobek dada, sementara raga ikut-ikutan lemas memikirkan cara bagaimana ikan mati bisa melawan arus. Hanya tawa dalam tangis menyumpahi, tak ada jalan menuju Roma.

Duniamu Icha Uttaran

21.53.00
Bandara Soeta sore itu. Dari kejauhan, wajahnya mulai samar terlihat di antara gelombang kepala manusia lain yang berdesak-desakan. Aku tahu dia bisa lupa wajahku. Kami lama tak bertemu. Namun hari itu, dengan hati ragu, kupaksakan raga bisa menyapanya sembari berharap, sambutan ceriannya memanggil namaku.